Direktur Lembaga
Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, pernyataan Jokowi soal
capres merupakan kode keras dari orang nomor satu di RI itu untuk Ganjar
Pranowo. Dibanding nama Prabowo Subianto dan Anies Baswedan yang juga
digadang-gadang sebagai kandidat capres terkuat, Ari menilai, sosok Ganjar
paling mungkin mendapat dukungan dari Jokowi. Jika kita membedah DNA linearitas
pernyataan Jokowi dengan tiga capres itu, saya menerjemahkan keinginan Jokowi
tentang sosok pelanjutnya ada pada Ganjar Pranowo.
Menurut Ari,
chemistry atau kedekatan yang terbentuk antara Jokowi dengan Ganjar bersifat
natural. Keduanya berada di bawah payung yang sama, PDI Perjuangan. Sementara,
dengan Prabowo, kedekatan Jokowi baru terbangun setelah Pilpres 2019. Prabowo
awalnya berseberangan dan menganggap remeh kemampuan mantan Wali Kota Solo itu.
Namun, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut berbalik arah begitu memuja Jokowi
usai didapuk menjadi Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju. Berbeda dengan
Anies, lanjut Ari, Jokowi tampak mengambil jarak.
Ini terbukti
salah satunya ketika Jokowi mencopot Anies dari kursi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Kabinet Indonesia Maju pada 2016 lalu. Jokowi bertipe
kerja, dia tidak suka berbasa-basi apalagi memilin kata. Dengan Ganjar dia
seide dan seirama.
Lebih lanjut,
Ari menduga, pernyataan Jokowi agar sosok capres diumumkan tidak terlalu lama
sebetulnya ingin mengingatkan PDI-P dan Koalisi Indonesia Bersatu (koalisi
Partai Golkar, Partai Amanat Nasional atau PAN dan Partai Persatuan Pembangunan
atau PPP) agar segera mendeklarasikan Ganjar sebagai capres. Jokowi dinilai
khawatir, Anies dan Prabowo yang sudah mengumumkan kesiapannya maju capres
tidak diimbangi gerak cepat dari partai-partai yang hendak mendukung Ganjar.
Jokowi tidak ingin momentum 'eranya Ganjar' tidak ditangkap dengan jeli oleh
PDI-P dan KIB.
Sebelumnya,
Presiden Jokowi mengungkap sejumlah kriteria capres yang menurutnya mumpuni
untuk menghadapi kondisi sosial ekonomi Indonesia. Jokowi mengatakan, tokoh
yang akan menggantikannya itu harus memiliki jam terbang tinggi dan saling
melengkapi.
Ke depan itu
memerlukan pemimpin yang mau tidak hanya ngerti makro, bukan hanya ngerti
mikronya juga harus ngerti, tetapi memang harus mampu bekerja lebih detail,
menguasai data dan lapangan, kemudian memutuskan.
Jokowi sadar
bahwa kewenangan memutuskan sosok capres ada di tangan partai politik. Namun,
dia berharap parpol tidak terlalu lama mengambil langkah. Yang paling penting
kalau saya ya. Memang harus hati-hati dalam memutuskan calon, tapi juga jangan
terlalu lama, sehingga rakyat nanti bisa menilai.
0 komentar:
Posting Komentar